Cermin Mini (Cermin) Di Balik Ramadhan jilid 8
Semoga Jadi Renungan
Perjalanan malam dari Stasiun Jati Negara mnuju Stasiun Tugu (Jogja), suasana yg ricuh riuh suara peron, asongan, pengamen, n sesama pemudik mnjadi ciri saat musim mudik sprti ini, lelah dan kantuk menyerang, sesekali Tanto menyandarkan kepalanya di bangku, huuufh…!! Agak nyaman, kereta ekonomi Argo Lawu sdah tdak jug gijag gijug gijag lagi suaranya, krna bbrapa tahun ini sdah ada perhatian pmerintah utk alat transportasi terpanjangini. Tanto ingin lekas smpai ke Kmpung halaman, meihat rumahnya, trutama ibu,,, yg paling di rindukanya… 11 bulan yg lalu Tanto melihat dng derai air mata ibunya melepas bujang bungsu ksayanganya itu untk mrantau ke Tangerang, tanpa sanak saudara, hanya informasi kerja dari teman SMAnya saja sbagai ptunjuk awal, dgn berat hati ibu mngizinkan, apa boleh buat, ayahnya mninggl saat Tanto klas 2 SMA, trbayang ibu tinggl dirumah hanya dgn Nunik, gadis kecil klas 1 Mts, anak mbah Dirgo. Tbayang ibu dengan kebaya coklat, sanggul cepol & rambut yg mulai putih, sirih dibalik bibir kirinya, kain stagen pendek di pinggangnya yg kurus. Ibu…hati Tanto brgtar, smbil memeluk bungkusan yg brisi baju daster, mukena dan selembar kain, hanya itu yg bisa di bawa Tanto sbagai oleh2 untk skdar mnyenangkan hati ibu, terlelaplah Tanto di dalam dudknya, di antra hmbusan angin malam yg tak brsahabat, dan suara ukulele dgn lagu Begawan Solo.
Jam 8 pagi kreta sampai di stasiun Tugu, Tanto trbangun, brbaur dgn pnumpang lain ke arah pintu keluar, kmudian naik bis, mlewati jmbatan panjang Kali Progo, turun di pasar Kulon Progo, kmudian brgegas naik pedati ke desa Bagongan.
Pkul 10.00 pagi, sampailah Tanto di halaman rumahnya, msih sprti dlu, rumah jati sederhana, dengan pagar bambu dihiasi bunga seruni, ini istasnaku bisik Tanto dalam hati.. Assalamualaikum… sdikit mngeraskan suarnya yg mulai parau, tidak ada jawaban, senyap, hnya ada bbrapa tetangga bersepeda lewat di hlaman rumah sambil menyapa Tanto pangling, Assalamualaikum… Bu’e… bu’e..
“E’alaaaah… Tanto cah bagusku” tedngar suara khas dri samping rumah, trnyata ibu, langsung Tanto berhambur mncium tangan & memeluk ibunya…
Ibu: Sehat Lhe?? (sambil mnggandeng Tanto masuk rumah) Kok kurusan saiki...
Tanto : alhamdulilah sehat, loh, kaki ibu bdarah?,
Ibu : owh… anu.. lecet, tadi di ladang ibu dengar dari tatangga kamu pulang, saking buru2ne sampe ibu trsangkut pagar… he..he..
Tanto: Ini ada oleh2 untuk ibu, yang satunya untk Nunik, Owh iya,, nunik mana bu?? Tanya Tanto, pdahal sbnarnya bnyak yang iya ungkapkan, tentang keluhnya di rantau, tntang hampa hidupnya slama ini, tntang kkecewaanya pada dunia kerja, namun Tanto batal mengungkapkan itu, dia tidak mau merusak kebahagiaan ibu dengan cerita cengengnya, toh Tanto sendiri yg saat itu ingin mrantau.. walau ibu melarangnya..
Ibu: (Sambil memeluk bungukusan oleh2) Nunik smalam krumah Pa’De mu, mnginap dsana, sbntar lgi jga pulag, owh iya, slama kmu mrantau Pak de Dirgo mngurus2 pmbagian tnah kluarga, ladang yg ibu urus, katanya sudah mnjadi hak atas nama kamu, dia juga sdah mbuka Yayasan pndidkan MA dan Mts, baru tahun prtama muridnya sudah lumayan banyak, tapi masih kurang guru… mau ibu, kamu ndak usah mrantau lgi, kamu bntu Pa’de mu saja di Yayasan itu, yg trpenting, ibu ndak mau jauh2 dari cah bagusku ini, ibu jdi susah makan, nggk nyeynyak tidur, mikir’ke kamu stiap saat Lhe… “ngene ae yo ngger, jo lungo mneh.. nggiih” anakuuu nggeeer..… ringkih ibunya dengan mata berkaca… istirahat dulu sana, kamarmu masih sperti dlu, nnti ibu buatkn buntil n mdoan ksukaan kamu untk buka puasa.
Stlah mmbuka spatu, mbasuh muka, Tanto masuk ke kamarnya, sblum tidur Tanto MEMBHATIN: “maafkn Tanto bu, ibu tidak usah tahu pndritaanku di rantau, pahit, pengap mncekat, kontrakan yg susah dan mahal, mncari info lowongan kerja, bersaing dgn ribuan pengangguran lainya, surat lamaran, SKCK, phto, legalisair dan prsyaratan lain pakai uang, belum lagi harus nyogok skian juta hanya untuk kerja kontrak slama 3 bulan, itupun ksmpatanya hanya untuk jatah staf dan oknum karyawan, smnatara biaya makan sehari2 yg besar, trkadang sakit, kbutuhan lain2, gaya hidup yg tidak bisa aku ikuti, dgn gaji yg belum UMR, prpanjang kontrak pakai uang lagi, disisi lain demonstrasi dmana2, pncurian, isyu begal, premanisme, dan investor luar yg sudah mulai tidak berminat mnanamkan modal di tanah air, satu prsatu prusahaan mreka gulung tikar dan mmbuka lahan baru di negara lain, tambahlah pngangguran stiap tahunya… ibu, aku tidak akan mrnatau lagi, bagiku hidup di kampung lebih indah, aku akan mnggantikan alm. bapak menggarap ladang kita, bantu mengajar di Yayasan Pa,de Dirga, aku akan kuliah dgn usaha keras mncari biaya sndri, walaupun kampusnya puluhan kilometer dgn berspeda aku siap, aku akan mmbangun keluarga dan desa trcintaku ini, terutama aku akan mndampingi ibu...
Semoga Jadi Renungan
Perjalanan malam dari Stasiun Jati Negara mnuju Stasiun Tugu (Jogja), suasana yg ricuh riuh suara peron, asongan, pengamen, n sesama pemudik mnjadi ciri saat musim mudik sprti ini, lelah dan kantuk menyerang, sesekali Tanto menyandarkan kepalanya di bangku, huuufh…!! Agak nyaman, kereta ekonomi Argo Lawu sdah tdak jug gijag gijug gijag lagi suaranya, krna bbrapa tahun ini sdah ada perhatian pmerintah utk alat transportasi terpanjangini. Tanto ingin lekas smpai ke Kmpung halaman, meihat rumahnya, trutama ibu,,, yg paling di rindukanya… 11 bulan yg lalu Tanto melihat dng derai air mata ibunya melepas bujang bungsu ksayanganya itu untk mrantau ke Tangerang, tanpa sanak saudara, hanya informasi kerja dari teman SMAnya saja sbagai ptunjuk awal, dgn berat hati ibu mngizinkan, apa boleh buat, ayahnya mninggl saat Tanto klas 2 SMA, trbayang ibu tinggl dirumah hanya dgn Nunik, gadis kecil klas 1 Mts, anak mbah Dirgo. Tbayang ibu dengan kebaya coklat, sanggul cepol & rambut yg mulai putih, sirih dibalik bibir kirinya, kain stagen pendek di pinggangnya yg kurus. Ibu…hati Tanto brgtar, smbil memeluk bungkusan yg brisi baju daster, mukena dan selembar kain, hanya itu yg bisa di bawa Tanto sbagai oleh2 untk skdar mnyenangkan hati ibu, terlelaplah Tanto di dalam dudknya, di antra hmbusan angin malam yg tak brsahabat, dan suara ukulele dgn lagu Begawan Solo.
Jam 8 pagi kreta sampai di stasiun Tugu, Tanto trbangun, brbaur dgn pnumpang lain ke arah pintu keluar, kmudian naik bis, mlewati jmbatan panjang Kali Progo, turun di pasar Kulon Progo, kmudian brgegas naik pedati ke desa Bagongan.
Pkul 10.00 pagi, sampailah Tanto di halaman rumahnya, msih sprti dlu, rumah jati sederhana, dengan pagar bambu dihiasi bunga seruni, ini istasnaku bisik Tanto dalam hati.. Assalamualaikum… sdikit mngeraskan suarnya yg mulai parau, tidak ada jawaban, senyap, hnya ada bbrapa tetangga bersepeda lewat di hlaman rumah sambil menyapa Tanto pangling, Assalamualaikum… Bu’e… bu’e..
“E’alaaaah… Tanto cah bagusku” tedngar suara khas dri samping rumah, trnyata ibu, langsung Tanto berhambur mncium tangan & memeluk ibunya…
Ibu: Sehat Lhe?? (sambil mnggandeng Tanto masuk rumah) Kok kurusan saiki...
Tanto : alhamdulilah sehat, loh, kaki ibu bdarah?,
Ibu : owh… anu.. lecet, tadi di ladang ibu dengar dari tatangga kamu pulang, saking buru2ne sampe ibu trsangkut pagar… he..he..
Tanto: Ini ada oleh2 untuk ibu, yang satunya untk Nunik, Owh iya,, nunik mana bu?? Tanya Tanto, pdahal sbnarnya bnyak yang iya ungkapkan, tentang keluhnya di rantau, tntang hampa hidupnya slama ini, tntang kkecewaanya pada dunia kerja, namun Tanto batal mengungkapkan itu, dia tidak mau merusak kebahagiaan ibu dengan cerita cengengnya, toh Tanto sendiri yg saat itu ingin mrantau.. walau ibu melarangnya..
Ibu: (Sambil memeluk bungukusan oleh2) Nunik smalam krumah Pa’De mu, mnginap dsana, sbntar lgi jga pulag, owh iya, slama kmu mrantau Pak de Dirgo mngurus2 pmbagian tnah kluarga, ladang yg ibu urus, katanya sudah mnjadi hak atas nama kamu, dia juga sdah mbuka Yayasan pndidkan MA dan Mts, baru tahun prtama muridnya sudah lumayan banyak, tapi masih kurang guru… mau ibu, kamu ndak usah mrantau lgi, kamu bntu Pa’de mu saja di Yayasan itu, yg trpenting, ibu ndak mau jauh2 dari cah bagusku ini, ibu jdi susah makan, nggk nyeynyak tidur, mikir’ke kamu stiap saat Lhe… “ngene ae yo ngger, jo lungo mneh.. nggiih” anakuuu nggeeer..… ringkih ibunya dengan mata berkaca… istirahat dulu sana, kamarmu masih sperti dlu, nnti ibu buatkn buntil n mdoan ksukaan kamu untk buka puasa.
Stlah mmbuka spatu, mbasuh muka, Tanto masuk ke kamarnya, sblum tidur Tanto MEMBHATIN: “maafkn Tanto bu, ibu tidak usah tahu pndritaanku di rantau, pahit, pengap mncekat, kontrakan yg susah dan mahal, mncari info lowongan kerja, bersaing dgn ribuan pengangguran lainya, surat lamaran, SKCK, phto, legalisair dan prsyaratan lain pakai uang, belum lagi harus nyogok skian juta hanya untuk kerja kontrak slama 3 bulan, itupun ksmpatanya hanya untuk jatah staf dan oknum karyawan, smnatara biaya makan sehari2 yg besar, trkadang sakit, kbutuhan lain2, gaya hidup yg tidak bisa aku ikuti, dgn gaji yg belum UMR, prpanjang kontrak pakai uang lagi, disisi lain demonstrasi dmana2, pncurian, isyu begal, premanisme, dan investor luar yg sudah mulai tidak berminat mnanamkan modal di tanah air, satu prsatu prusahaan mreka gulung tikar dan mmbuka lahan baru di negara lain, tambahlah pngangguran stiap tahunya… ibu, aku tidak akan mrnatau lagi, bagiku hidup di kampung lebih indah, aku akan mnggantikan alm. bapak menggarap ladang kita, bantu mengajar di Yayasan Pa,de Dirga, aku akan kuliah dgn usaha keras mncari biaya sndri, walaupun kampusnya puluhan kilometer dgn berspeda aku siap, aku akan mmbangun keluarga dan desa trcintaku ini, terutama aku akan mndampingi ibu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar